STRATEGI DA’WAH MUHAMMADIYAH DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI ERA GLOBAL
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Dosen Pengampu : Agus Miswanto, M.A.
Disusun oleh :
Dahria Wahyu Rosmada (16.0401.0050)
Chusna Fadhila (16.0401.0022)
Utami Widi (16.0401.0053)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA
ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2018
DAFTAR
ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dampak globalisasi dalam dunia dakwah sangat
dirasakan dampaknya. Banyak kasus yang muncul, misalnya pergaulan bebas yang
juga muncul adalah dampak negatif dari nilai-nilai di atas. Persoalan miras,
narkoba, dan lain-lain, dikarenakan sebuah pemujaan terhadap kebebasan pribadi
yang tidak lagi mengindahkan nilai-nilai agama. Sehingga dampaknya ternyata
bukan hanya menimpa dirinya sendiri, tetapi juga terhadap masyarakat dan siswa
yang lain. Oleh karena itu, nilai-nilai negatif tersebut haruslah dinetralisir
dengan nilai-nilai luhur ajaran Islam yang sangat menekankan keseimbangan
kehidupan.
Sikap seorang muslim dalam menghadapi kehidupan
adalah dengan tetap istiqamah dalam hidayah Allah swt. untuk menjalankan
kenikmatan agama Islam secara kaffah, bukan malah menggantinya
dengan kekufuran yang akan menyebabkan kerugian dirinya sendiri. Allah swt berfirman
dalam QS. Ibrahim (14): 28-29:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ
بَدَّلُوا نِعْمَتَ اللَّهِ كُفْرًا وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ دَارَ الْبَوَارِ
جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا ۖ
وَبِئْسَ الْقَرَارُ
“Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah
menukar nikmat Allah dengan ingkar kepada Allah dan menjatuhkan kaumnya ke
lembah kebinasaan? yaitu neraka Jahannam; mereka masuk ke dalamnya dan itulah
seburuk-buruk tempat kediaman.”
Islam menghendaki apapun nilai-nilai, sistem
kebudayaan, dan rekayasa peradaban yang dilakukan oleh manusia, tidak menyimpang
dari tuntunan al-Qur'an. Karena dalam Islam, kehidupan di dunia hanyalah
sementara dan fana yang seharusnya tidak ditukar dengan kehidupan akhirat yang
kekal abadi sebagai tempat tujuan terakhir manusia, dengan pilihan surga atau neraka.[1]
Tulisan ini
akan membahas beberapa aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam mengemban misi
dakwah di era globalisasi dan bagaimana strategi dakwah Muhammadiyah serta misi
pengembangan masyarakat yang diterapkan di era globalisasi.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana definisi, tujuan dan hukum da’wah ?
2. Bagaimana globalisasi dalam perspektif barat dan islam, tantangan da’wah di
era global, strategi da’wah di era global, serta strategi muhammadiyah dalam
berda’wah dan pengembangan masyarakat di era global.
C.
Tujuan
Masalah
1.
Menjelaskan bagaimana
definisi, tujuan dan hukum da’wah.
2.
Menjelaskan bagaimana
globalisasi dalam perspektif barat dan islam, tantangan da’wah di era global, strategi
da’wah di era global, serta strategi muhammadiyah dalam berda’wah dan
pengembangan masyarakat di era global.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Da’wah
Secara etimologis, da’wah berasal dari bahasa
Arab, دعا-يدعو-دعوة, yang berati ajakan atau seruan. Secara
terminologis, dakwah adalah mengajak atau menyeru, baik kepada diri sendiri,
keluarga, maupun orang lain, untuk menjalankan semua perintah Allah dan
meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.[2]
Syaikh Muhammad Al-Ghazali dalam bukunya Ma’allah
mengatakan, bahwa da’wah adalah program pelengkap yang meliputi semua
pengetahuan yang dibutuhkan manusia, untuk memberikan penjelasan tentang tujuan
hidup serta menyingkap rambu-rambu kehidupan agar mereka menjadi orang yang
dapat membedakan mana yang boleh dijalani dan mana kawasan yang dilarang.[3]
B.
Tujuan Da’wah
Secara keseluruhan, baik tujuan umum maupun
khusus da’wah adalah:
1. Mengajak orang-orang untuk memeluk agama islam, firman Allah dalam QS.Ali
Imran: 20,
وقل للذين أوتواالكتاب والاميين ءأسلمتم فاءن أسلموا فقداهتدوا وان تولوفاءنما
عليك البلاغ والله بصير بالعباد
"Dan Katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi
kitab dan kepada orang-orang yang buta huruf, “Sudahkah kamu masuk islam?" Jika mereka masuk islam, berati mereka
telah mendapat petujuk, tetapi jika mereka berpaling, maka kewajibanmu hanyalah
menyampaikan. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya.”
2. Mengislamkan orang islam yaitu meningkatkan kualitas iman, islam, dan ihsan
kaum muslimin sehingga mereka menjadi orang yang kaffah.
3. Menyebarkan kebaikan dan mencegah timbulnya kemaksiatan yang akan
menghancurkan sendi kehidupan individu dan masyarakat sehingga menimbulkan
masyarakat yang tenteram dan penuh keridhoan Allah.
4. Membentuk individu dan masyarakat yang menjadi islam sebagai pegangan dan
pandangan hidup dalam segala kehidupan baik politik, ekonomi, sosial dan
budaya.[4]
C.
Hukum Da’wah
Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits
para ulama sepakat bahwa hukum da’wah adalah wajib. Dan sebagian ulama berpendapat bahwa da’wah itu wajib kifayah
(wajib kolektif) artinya wajib bagi sekelompok orang-orang saja, yang bersandar
pada ayat yang sama yaitu Ali-Imran ayat 104 :
ولتكن منكم أمة يدعون الى الخير ويأمرون
بالمعروف و ينهون عن المنكر وأولآءك هم المفلحون
“Dan hendaklah di
antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung.”
D.
Globalisasi dalam Perspektif Barat dan Islam
Globalisasiatau globalization, dalam
bahasa arab disebut dengan al-‘aulamah yaitu masdar dari al-‘ālam berdasarkan
timbangan atau wazan fau’alah yang memiliki arti
alam atau dunia yang dalam bahasa arab disebut dengan al-‘ālamiah.
Yusuf al-Qardhawi mengatakan, bahwa terdapat perbedaan mendasar antara makna globalisasi(al-‘aulamah) yang
dipahami dunia barat pada hari ini dengan makna globalisasi (al-‘ālamiah) yang
dimaksudkan oleh Islam.
Globalisasiataual-‘ālamiahyang
dipahami oleh Islam adalah sesuatu yang
berasaskan nilai-nilai penghormatan dan persamaan kepada seluruh manusiabahwa
setiap manusia memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dihadapan Allah swt.
ولقد كرمنا بني ءادم و حملناهم فى البحر و رزقناهم من
الطيبات و فضلناهم على كثير ممن خلقنا تفضيلا
“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri
mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak
makhluk yang kami ciptkan dengan kelebihan yang sempurna.”(QS. Al-Isra: 70).
Barat mengartikanglobalisasi(al-‘aulamah) sekarang
ini, sebagai keharusan untuk menguasai secara politik, ekonomi, kebudayaan, dan
sosio kultural masyarakat agar sejalaan dengan kepentingan Negara-negara
Barat yang disponsori oleh Amerika. Penguasaan tersebut kemudian
diarahkan lebih fokus lagi pada penguasaan Barat terhadap tatanan dunia Islam.
Pengaruh globalisasi terhadap dunia pada dasarnya dapat dibagi
kepada tiga bagian utama, yaitu:Pertama, globalisasi politik yang dimulai dari
berakhirnya perang dunia kedua dan dimulainya perang dingin antara
kekuatan-kekuatan besar di dunia untuk saling memperebutkan otoritas, pengaruh,
hegemoni dan perebutan sumber ekonomi dan pasar internasional serta perang
peradaban dan kultural di dunia global yang tak terbatasi lagi oleh wilayah
teritorial. Maka
sering dikatakan bahawa dengan berakhirnya perang dingin adalah dimulainya era
globalisasi dalam arti yang sebenarnya.
Kedua,
Globalisasi Ekonomi. Menurut Jamaluddin ‘Atiyah, yang dimaksud
dengan globalisasi di bidang ekonomi ialah menyatukan seluruh dunia kepada satu
pasar bebas (free market) atau pemindahan kepemilikan umum dan
perseroan-perseroan kepemilikan khusus untuk mengurangi pengawasan dan campur
tangan pemerintah dalam negeri. Dengan tatanan ekonomi baru yang oleh dunia Barat
disebut dengan globalisasi atau pasar besar, mereka menjanjikan dunia dimana
setiap orang menjadi pintar dan kaya. Kenyataan yang terjadi adalah
negara-negara maju dengan perusahaan-perusahaan besarnya menjadikan tatanan
ekonomi baru yang disebut dengan globalisasi atau pasar bebas sebagai
penjajahan model baru. Corporate greed(kerakusan perusahaan besar) menjadi sinonim bagi
profit, sedangkan “globalisasi” menjadi sinonim untuk cara-cara kapitalisme
internasional menindas umat manusia.
Ketiga,
Globalisasi Sosial dan Budaya. Pengaruh globalisasi telah masuk
kedalam seluruh kehidupan masyarakat,serta menghilangkan sekat-sekat geografis
antara satu negara dengan negara yang lain, antara satu budaya dengan budaya
yang lain. Dengan menggunakan istilah “kebudayaan internasional”atau
“modernisme”, Barat yang dimotori oleh Eropa dan Amerika secara gigih
mengekspor kebudayaan mereka ke belahan dunia yang lain. Dengan isu globalisasi ini, Barat ingin mewajibkan
model, pemikiran, perilaku, nilai, gaya dan pola konsumsinya terhadap bangsa
lain.
Tetapi yang lebih penting dari semua itu adalah globalisasi pemikiran,(ghazwul
fikri) atau perang pemikiran sebagai hasil daripada perkembangan teknologi dan
informasi khususnya televesi dan internet.Dibandingkan dengan perang fisik atau militer,maka
ghazwul fikri ini memiliki beberapa keunggulan. Antaranya ialah: Pertama,
dana yang diperlukan tidak sebesar dana yang diperlukan untuk perang fisik.Kedua, sasaran
daripada ghazwul fikri ini tidak terbatas.Ketiga, serangannya dapat
mengenai siapa saja, dimana saja dan kapan saja.Keempat, tidak ada korban dari pihak penyerang.Kelima,korban tidak
merasakan bahawa sesungguhnya dirinya dalam kondisi diserang.Keenam,kesan
yang dihasilkan sangat fatal dan berjangka panjang.Ketujuh,efektif dan
efisien.
Dengan uraian
di atas, maka pengemban misi dakwah atau da’i harus cermat memperhitungkan dan
menerapkan metode dakwah. Kecangggihan dan kemodernan globalisasi harus dijawab
dengan dakwah yang canggih dan modern, bukan dengan dakwah konvensional.[5]
E.
Tantangan Dakwah di Era Globalisasi
Tantangan dakwah yang
amat kompleks dewasa ini dapat dilihat dari minimal dari tiga perspektif,
yaitu:
Pertama, perspektif
perilaku (behaviouristic
perspective). Salah satu tujuan dakwah adalah terjadinya perubahan prilaku (behaviour
change) pada masyarakat yang menjadi obyek dakwah kepada situasi yang lebih
baik. Tampaknya, sikap dan prilaku (behaviour) masyarakat dewasa ini hampir
dapat dipastikan lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya.
Kedua,tantangan
dakwah dalam perspektif transmisi (transmissional perspective).
Dakwah dapat diartikan sebagai proses penyampaian atau transmisi ajaran agama
Islam dari da’i sebagai sumber kepada mad’u sebagai
penerima.Ketika
ajaran agama ditrasmisikan kepada masyarakat yang menjadi obyek, maka peranan
media sangat menentukan. Ziauddin Sardar mengemukakan bahwa abad informasi
ternyata telah menghasilkan sejumlah besar problem. Menurutnya, bagi dunia
Islam, revolusi informasi menghadirkan tantangan-tantangan khusus yang harus
diatasi, agar umat Islam harus bisa memanfaatkannya untuk mencapai tujuan
dakwah.
Ketiga,
tantangan dakwah perspektif interaksi.Ketika dakwah dilihat sebagai
bentuk komunikasi yang
khas (komunikasi Islami), maka dengan sendirinya interaksi sosial akan
terjadi, dan di dalamnya terbentuk norma-norma tertentu sesuai pesan-pesan
dakwah. Yang menjadi tantangan dakwah dewasa ini, adalah bahwa pada saat yang sama
masyarakat yang menjadi obyek dakwah pasti berinteraksi dengan pihak-pihak lain
atau masyarakat sekitarnya yang belum tentu membawa pesan yang baik, bahkan
mungkin sebaliknya.
F.
Strategi Da’wah Di Era Global
Ada empat
hal penting yang harus diorganisir oleh da’i dalam memfilter trend
masyarakat global yang negatif, seiring dengan perkembangan dan trend masyarakat
dunia serta masalah manusia yang semakin kompleks, yaitu; 1)Perlu
adanya konsep dan strategi dakwah yang tepat untuk membentuk ketahanan diri dan
keluarga melalui pengefektifan fungsi nilai-nilai agama, karena dengan dasar
agama yang kuat dapat dijadikan filter pertama dan utama untuk menghadapi
berbagai trend budaya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, 2) Mempertahankan
nilai-nilai budaya luhur yang dapat melestarikan tradisi positif yang pada
dasarnya tidak bertentangan dengan paham dan ajaran agama (Islam) yang
menanamkan nilai-nilai baik dan suci, 3) Perlu dukungan dan keikutsertakan semua lapisan
masyarakat untuk menciptakan dan memiliki komitmen yang sama dalam melihat
seberapa bergunanya nilai-nilai baru itu untuk sebuah komunitas dan kemajuan
masyarakat, dan 4) Kesiapan
dan kematangan intelektual serta emosional setiap penerima message baru,
apakah hal tersebut memang akan mendatangkan manfaat plus bagi diri dan
lingkungannya.
Dalam melaksanakan suatu kegiatan dakwah diperlukan
metode penyampaian yang tepat agar tujuan dakwah tercapai. Metode dalam
kegiatan dakwah adalah suatu rencana yang tersusun dan teratur yang berhubungan
dengan cara penyajian. Sebenarnya, metode dakwah adalah sesuatu yang lazim
dikenal dan diterapkan oleh da’i, akan tetapi secara garis besar dapat dibagi
menjadi tiga sebagai berikut: a) Dakwah bi al-kitabah yaitu berupa buku, majalah,
surat, surat kabar, spanduk, pamplet, lukisan-lukisan dan sebagainya, b)Dakwah bi al-lisan, meliputi
ceramah, seminar, symposium, diskusi, khutbah, saresehan, brain storming,
obrolan, dan sebagainya, dan c) Dakwah bi al-hal, yaitu berupa perilaku yang sopan sesuai ajaran
Islam, memelihara lingkungan, dan lain sebagainya.
Dalam rangka keberhasilan dakwah di era global,
maka diperlukan da’i yang memiliki profil berikut ini, yaitu: memiliki komitmen
tauhid, istiqamah dan jujur, memiliki visi yang jelas, memiliki wawasan
keislaman, memiliki kemampuan memadukan antara dakwah bi al-lisan dengan dakwah
bi al-hal, sesuai kata dengan perbuatan, berdiri di atas semua paham dan
aliran, berpikir strategis, memiliki kemampuan analisis interdisipliner,
sanggup berbicara sesuai dengan kemampuan masyarakat.[6]
G.
Strategi Da’wah Muhammadiyah Dan Pengembangan Masyarakat Di Era Global
Beragam realitas kultural memerlukan respon yang
cerdas tidak dapat di tunda oleh gerakan dakwah islam. Hal ini dibutuhkan
adanya kebijakan dalam upaya sistematik dakwah islam dalam rangka menghadapi
derasnya kekuatan upaya dakwah islam.
Berkaitan dengan masalah ini dakwah kultural
di maksudkan bisa mengarah pada upaya penemuan tradisi dan kultur baru
untuk menawarkan alternatif pemecahan masalah kontemporer secara lebih manusiawi
melalui berapa langkah berikut :
1. Pembaruan yang signifikan dan pembaruan religio-kultural sebagaimana gerakan dakwah yang di pelopori oleh K.H
Ahmad Dahlan.
2. Pada era baru yang bercorak
multikulturalisme Muhamadiyah melalui gerakan dakwah transformatif dapat
memasuki komunitas baru seperti kelompok menengah ke atas yang semakin maju
dengan segala problem sosia.Penyakit orang perkotaan yang merindukan
spirualitas yang sekaligus mendambakan
kehadiran agama sebagai kanopi suci. Muhammadiyah di tuntut untuk
memberikan panduan kehidupaan yang
rasional untuk membangun kemajuan tanpa terjebak semata- mata beroriaentasi
spiritualisme
3. Kelompok sosial menengah ke bawah,
Muhammadiyah juga di hadapkan pada tantangan untuk berdakwah bernuansa teologi
pembebasan. Bagaimana membangun orientasi keseluruhan refleksi teologis dari
ajaran islam membebaskan kaum dhu’afa dan mustadh’afin dari keterbelenggungan
serta ketertindasan secara struktural dan kultural, menjadi pekerjaan yang
harus ditangani Muhammadiyah.
Berkaitan dengan langkah-langkah tadi, setidaknya ada lima ciri dan esensi proses
globalisasi yang perlu diperhatikan Muhammadiyah dalam merumuskan perencanaan
dan pelaksanaan da’wah di era global, yaitu:
1. Terjadinya transfer nilai yang amat
intensif dan ekstensif.
2. Terjadinya transfer teknologi (terutama
teknologi informasi dan komunikasi) yang massif dengan pelbagai akibatnya.
3. Terjadinya mobilitas dan kegiatan umat
manusia yang tinggi dan padat, yang salah satunya mengubah persepsi dan konsep
manusia tentang waktu dan tempat.
4. Terjadinya pergeseran kesadaran dan
perilaku sosial manusia, yang berpengaruh pada kesadaran dan persepsi manusia
akan lingkungan geografis ke lingkungan fungsional dan kepentingan.
5. Terjadinya kecenderungan budaya global
kontemporer, yaitu kehidupan yang materialistis hedonistis, sekularistis,
konsumtif, permisif, pengingkaran terhadap nilai agama, dan sebagainya.
Dengan demikian yang harus dilakukan
Muhamammadiyah dalam rangka merumuskan perencanaan dan pelaksanaan da’wah di
era global adalah mengkaji secara mendalam titik-titik silang antara islam dan
budaya global, baik secara teoretik maupun empirik, untuk keberhasilan da’wah,
seperti:
1. Memperhatikan substansi atau pesan da’wah
2. Memperhatikan pendekatan dan strategi
da’wah
3. Memperhatikan media atau wahana da’wah
4. Memperhatikan pelaku atau subjek da’wah
Untuk itu, Muhammadiyah tampaknya perlu
memperluas khazanah da’wahnya sesuai dengan pola perkembangan budaya global,
antara lain :
1. Mengangkat isu-isu kontemporer untuk dapat memberikan
alternatif-alternatif pemikiran serta memberikan ruang yang lebih luas di dalam
memberikan merespon isu-isu global saat ini. Seperti tema-tema demokrasi,
multikultularisme, respon terhadap gagasan spiritualitas baru, maslaah
kemiskinan, hak asasi manusia, perburuhan, membangun etika global, dan
sebagainya.
2. Pemanfaatan media komunikasi dan informasi.
Seperti membangun jaringan radio, televisi, dan pelbagai media elektronik
lainnya.[7]
Sebagai sebuah konsep dan strategi da’wah,
maka untuk menjalankan dan mengembangkan potensi masyarakat dibutuhkan
gagasan dan perencanaan yang bisa diterapkan. Pokok-pokok pikiran berikut yang
perlu dipertimbangakan sebagai prinsip-prinsip pengembangan masyarakat dalam
rangka pemberdayaan umat dan komunitas:
BAB III
KESIMPULAN
Dakwah adalah mengajak atau menyeru, baik kepada
diri sendiri, keluarga, maupun orang lain, untuk menjalankan semua perintah
Allah dan meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.Tujuannya
untuk mengislamkan orang islam dan non islam, menyebar kebaikan, serta
menjadikan individu maupun masyarakat agar sejahtera dunia mupu akhirat. Hukum
da’wah ada yang mengatakan wajib ada yang mengatakan fardhu kifayah.
Globalisasiataual-‘ālamiahyang
dipahami oleh Islam adalah sesuatu yang
berasaskan nilai-nilai penghormatan dan persamaan kepada seluruh manusiabahwa
setiap manusia memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dihadapan Allah swt. Tantangan berda’wah pada saat ini adalah dalam bentuk perspektif
perilaku,transmisi, dan interaksi
Yang dilakukan Muhammadiyah dalam strategi da’wahnya
agar sesuai dengan pola perkembangan budaya global, antara lain :
1. Mengangkat isu-isu kontemporer untuk dapat
memberikan alternatif-alternatif pemikiran serta memberikan ruang yang lebih
luas di dalam memberikan merespon isu-isu global saat ini. Seperti tema-tema
demokrasi, multikultularisme, respon terhadap gagasan spiritualitas baru,
maslaah kemiskinan, hak asasi manusia, perburuhan, membangun etika global, dan
sebagainya.
2. Pemanfaatan media komunikasi dan informasi.
Seperti membangun jaringan radio, televisi, dan pelbagai media elektronik
lainnya
DAFTAR
PUSTAKA
Aziz
Ali, Moh. Ilmu Da’wah. 2004. Jakarta: Prenada Media
Najamuddin. Metode Da’wah Menurut Al-Qur’an. 2008.
Yogyakarta: Pustaka Insan Madani
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Da’wah Kultural Muhammadiyah.
2004. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah
Umar, Ratnah. Metode Da’wah Di Era Globalisasi. 2011. Palopo:
Jurnal Al Tajdid STAIN Palopo
[2] Najamuddin,
Metode Da’wah Menurut Al-Qur’an, hal 1
[3] Moh. Ali Aziz,
Ilmu Da’wah, hal 5
[4] Ibid, hal 69
[5] Ratnah Umar, Op.Cit. hlm 2
[6]Ibid. hlm 4
[7] Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
Da’wah Kultural Muhammadiyah, hal 46
[8] Ibid, hal 104